Pada saat matahari siang mencekam dan debu-debu beterbangan hari itu hari kamis 14 Mei 2009. miris kuberpikir sejenak tentang sebuah fenomena budaya masyarakat yang terjadi disekitarku, terdetik pertanyaan dalam hati tentang beberapa orang yang duduk berteduhkan topi yang terbuat dari kulit bambu. Iya mereka adalah para syahid-syahid pejuang islam, berpanasan bercampur debu mereka hadapi untuk mendapatkan bantuan (shadaqah) dari yang melawati perempatan lampu merah guna pembangunan mesjid. Telah berjalan lama aktifitas penggalangan dana mereka lakukan hampir kiranya 2 bulan lebih. Akan Tetapi ada hal yang ingin aku ketahui dengan jihad mereka dan lama waktu mereka menggalang dana "Semegah apa masjid yang mereka bangun" ingin rasanya mengunjungi proses pembangunan masjid tapi apa daya aku hanya sekedar ingin tahu saja tetapi tidak bermaksud apa apa.
Ada hal yang mungkin dapat diambil pelajarannya seperti keseriusan mereka sukarela mereka dan jihad mereka untuk menggalang dana. Tetapi disamping itu banyak hal yang timbul akibat aktifitas meraka, diantaranya timbul image yang tidak sedap di masyarakat, banyak hujatan omongan yang mengatakan bahwasanya itu aktifitas mencari dana yang nantinya juga dimakan sendiri, ada lagi yang berpendapat kok penggalang dananya ganti terus orangnya dan kapan penutupan penggalangan dana bahkan ada image orang yang mengatakan buat masjid kok minta minta di pinggir jalan.
Warna-warni anggapan orang tadi aku anggap sebagai suatu yang membangun bukan sesuatu yang menghujat, permasalahan sebenarnya terletak pada oknumnya. Hal yang mendasari perbuatan dalam islam itu menuju kebaikan hanya saja tergantung kepada yang menjalani ajaran tersebut yaitu oknumnya tadi. Kurangnya pemahaman dan pendalaman tentang islam sehingga menjadikan mereka berwarna warni dalam melaksanakan kegiatan meraka. warna-warni disini termasuk menu-menu kehidupan yang dapat menggambarkan jati diri mereka.
Satu hal yang harus kita sikapi dan kita ambil hikmahnya yaitu Proses penggalangan dana yang mengakar menjadi budaya dan tren masyarakat saai ini, nah kembali ke oknum tadi sebenarnya inti dari permasalahan yaitu oknum yang mengaanggap penggalangan dana untuk pembangunan masjid sebagai bisnis. Kita akui manusia diberi kelebihan berfikir, dengan lebihnya karunia yang diberiakan tuhan sering disalah gunakan yaitu berfikir kearah yang negative. Ini salah satu contohnya, jadi budaya penggalangan dana yang berdalih untuk pembangunan masjid mulai mengisi kawasan-kawasan pereimpangan, pertokoan bahkan instansi-instansi Negara maupun swasta.
Hal ini sangat mengurangi citra Islam dan menggambarkan Islam itu sebagai agama yang tidak punya apa-apa, agama yang terus terporosok dalam hal financial dan pemenuhan kebutuhan. Begitu pula dalam dunia perekonomian aktifitas ini akan melumpuhkan sector real Ekonomi dikarnakan rakyat malas bekerja dan berbuat mereka lebih enjoy untuk meminta-minta dengan menjual nama islam.
Apa yang akan terjadi apabila budaya ini terus berkembang dan mengakar menjadi salah satu sector pendapatan masyarakat. Selayang ku berpikir mungkin nanti akan ada perlombaan penggalangan dana untuk pembangunan masjid. Jadi masyarakat diarahkan untuk bergembira berkompetisi memberikan sumbangan untuk membagun masjid yang paling besar. Saat inilah nilai dan tujuan islam dalam shadaqoh ternodakan islam hanya menjadi objek pencari keuntungan dan citra islam hanya sekedar omongan.
Maka dari itu, bolehlah kita menggalang dana untuk kegiatan keislaman. Seperti yang diajarkan rasul mengajarkan orang untuk bersodaqoh itu perbuatan yang mulia. akan tetapi segala apa yang kita perbuat hanya allah lah yang dapat menilai allah maha melihat dan maha pengasih lagi maha penyayang, teruslah membantu orang banyak ulurkan tangan dan jangan sungkan insya Allah kebaikanmu adalah surgamu.
0 comments:
Posting Komentar