Setiap taggal 17 Agustus bangsa ini merayakan acara kemerdekaan(independence of events). Hari yang besar dalam sejarah perjalan bangsa indonesia. Kemerdekaan yang diaraih dengan jerih payah dan pengorbanan para pahlawan bangsa yang tak mengenal lelah dan putus asa bagi kejayaan bangsa. Kemerdekaan yang mereka usung merupakan hak bagi rakyat(rights for people) sebagai mahluk sosial(social organism) rakyat berhak mendapatkan kebebasan, keamanan, kemakmuran dan kesejahteraan yang terlepas dari tekanan dan jajahan bangsa asing, lihat (QS. Al-A’raf : 127, Al-Baqarah : 49 dan Ibrahim : 6) senada dengan apa yang dikatakan Herman Finer dalam Theory and Practice of Modern Government, Finer menamakan Undang-undang dasar sebagai “riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan” dan tertera pada paragraf pembukaan Undang-undang Dasar RI "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan…
"Peristiwa kemerdekaan itu telah lama berlalu, enam puluh tiga tahun lamanya kemerdekaan menyelimuti bangsa ini, halangan dan rintangan yang silih berganti, bencana alam(natural disaster), permasalahan sosial(Social Problem), politik(political problems), ekonomi(economic issues) dan budaya(cultural issues) terus merosot di tengah semakin rendahnya mutu intelektual, mutu penelitian bidang ilmu pengetahuan dan teknologi(lihat : Mencari Autensitas dalam Kegaulan oleh Prof. Dr. Syafi’I Ma’arif) semakin mengahantui masa depan bangsa(the future of the nation). Kemerdekaan yang seyogyanya dirasakan, dinikmati dan diteruskan perjuangannya untuk menuju kemerdekaan yang hakiki bagi rakyat dan negara, seakan hanya peristiwa yang terjadi tanpa asar dan pengaruh bagi rakyat, sehingga menjadikan bangsa ini tidak mandiri, masih menggantungkan nasib kepada negara lain dan kemerdekaan yang diharapkan belum terpenuhi.
Penjajahan itu kembali dengan wajah yang berbeda. Tren penjajahan berkedok dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sistem pemerintahan yang masih hingga saat ini dijajah oleh bangsa asing. Penjajahan fisik dan militer memang telah berakhir bagi bangsa ini, tetapi sesungguhnya bangsa ini masih terjajah dengan ketergantungan kepada bangsa asing, sehingga ketergantungan ini berdampak tragis bagi kelangsungan sebuah kemerdekaan negara dan kemerdekaan rakyat sebagai khalifah fil al-ardh.
Secara garis besar kata merdeka berkaitan penuh dengan penjajahan, berarti bebas dari segala macam penjajahan baik fisik maupun batin. Senada dengan itu semua, Islam mengagungkan sebuah kemerdekaan menjunjung tinggi persamaan hak dan kebebasan, dalam Islam kemerdekaan(hurriyah) ialah kebebasan dari tipu daya dan hawa nafsu, kebebasan yang menjadikan hidup dan mati hanyalah kepada Allah dan untuk Allah Swt. Karna dialah sang pencipta, sang penguasa dan yang mengatur apa yang ada dibumi dan dilangit. Manusia harus merdeka sesuai dengan pandangan Islam yang hakiki, seperti apa yang dikatakan oleh Ruba’I bin Amir ketika menjawab pertanyaan panglima Rustum “ Allah Swt. Memerintahkan kami untuk membebaskan manusia dari memperhambakan diri kepada selain Allah dan melepaskan belenggu duniawi menuju dunia bebas dari agama yang sesat menuju keadilam Islam”
Menurut Syed Hasan Alatas; kemerdekaan ataupun kebebasan dalam Islam apabila kiranya seseorang, sesuatu bangsa ataupun sesuatu ummat mendapatkan kemerdekaan ataupun kebebasan dari penjajahan dalam segala bentuk, baik penjajahan lahir maupun bathin. Manusia bebas untuk negatur dirinya tanpa ada kungkungan dari orang lain, dapat berpikri bebas apa yang baik untuk dilakukan bagi diri bangsa maupun ummat seluruhnya tanpa kuatir pada mahluk yang menghalanginya, tiada yang ditakuti selain Allah Swt. Artinya kemerdekaan yang hakiki bagi seorang yang dikatakan merdeka dalam Islam adalah orang yang bahagia secara fisik maupun bathin dan tetap berpegang teguh kepada Al-Quran sebagai landasan hidup dan rasulullah sebagai pedoman dan teladan untuk mencicipi kemerdekaan yang hakiki dan mulia.
Kemerdekaan secara otentik bagi masyarakat dan bangsa untuk mencapai “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”, adalah sebuah upaya yang harus diterapkan pada suatu negara, bagaimana suatu negara dapat memberikan rasa aman, kemajuan, kesejahteraan, kedamaian dalam menaungi rakyat. Sehingga apapun yang terjadi baik dalam segi sosial, politik dan budaya dapat terselesaikan. Kunci dari keberhasilan dalam menjalankan kemerdekaan bagi rakyat, bangsa dan negara sesuai dengan syariat Islam adalah terletak pada individu rakyat masing-masing(sa’idun fil dun ya wal akhirah), apabila individu sudah merdeka dalam artian merdeka secara lahiriyah dan bathiniayah, tetap menegakan syriat Islam maka sangatlah mudah bagi negara untuk dapat mencapai sebuah cita-cita Thayyibatun wa rabbun ghafur, kiranya masyarakat dan ummat muslim khususnya mepertimbangankan beberapa hal agar kemerdekaan bangsa yang hakiki ini dapat terjadi.
Pertama : Apabila melihat pada masa kejayaan ummat Islam pada abad 18-19, ummat Islam begitu besar dan sangat kuat sehingga dapat membawa Daulah Al-Islamiyah kepada masa kejayaan, namun jajahan yang bertubu tubi menerobos pertahanan ummat Islam, dan membuat kemunduran kekalahan dipihak Islam. Akan tetapi bangsa penjajah menyadari betapa kuatnya pertahan Islam, dikarnakan niat dan tekad berdasarkan ruh jihad mereka untuk menegakan Agama Allah dan Daulat Al-Islamiyah diseluruh penjuru dunia sangat tidak terbendungkan. Maka kemerdekaan, kebebasan secara individu dimulai dari niat dan tekad memajukan rakyat, bangsa dan negara dengan jihad menegakan syariat Islam dimuka bumi ini.
Kedua : Belajar dari kisah Nabi Ibrahim (Al-An’am 76-79) yang melakukan kegiatan spritual mencari tuhan diakarnakan untuk pembelaan harga diri suatu kaum yang menyembah berhala, patung yang merupakan benda mati dan tidak patut untuk disembah, lihat(QS. Luqman 13, Yusuf 108, Al-Jumu’ah 2) mengenai berhala. Nabi Ibrahim mengaanggap apa yang mereka lakukan dikarnakan ketergantungan mereka kepada leluhur atau adat kaumnya yang salah arah dan tujuan. Imam thabari dalam tarikh ath-thabarinya mengatakan “ Bahwa tidak ada konsep selain Allah, dan semua peribadatan kepada selain Allah adalah bathil” hal ini menjatuhkan martabat seorang manusia yang mempunyai harga diri sebagai khalifah. Seperti sekarang ketergantungan terhadap materialisme dan hedonisme yang dicampuri dengan virus kapitalisme, menjadikan pola pikir masyarakat terjajah. Ideologi pemikiran barat dan produk-produk barat menjadikan rakyat dilema dengan sistem dan situasi yang ada. maka Islam sangat memperhatikan kemerdekaan berdasarkan kebebasan, dan menjaga martabat harga diri sebagai mahluk tuhan yang sempurna tetapi tetap dalam koridor Islam.
Ketiga : Manusia yang hidup dalam perbudakan. Suatu negara dikatakan merdeka dapat dilihat dari perbudakan yang ada dalam suatu negara. Apabila perbudakan itu masih tetap berlanjut maka negara tersebut belum dapat dikatakan telah merdeka, diperbudak oleh aturan, adat dan keterikatan kepada salah satu pihak yang tinggi mempunyai otoriter(freedom from absolutisme) dan kebuakan hawa nafsu duniawi(Shahwat Ad-dun yawi). sebagaimana firman Allah QS.Al-Jatsiyah: 23 “ Adakah engkau melihat orang yang mengambil hawa nafsunya menjadi tuhannya dan Allah Menyesatkannya, karena mengetahui (kejahatan hatinya) dan mencap (menutup) pendengaran dan mata hatinya dan mengadakan tutupun diatas pemandangannya. Maka siapakah yang akan menunjukinya sesudah Allah? Tidakkah kamu menerima peringatan?” Islam mengedepankan aturan, norma dan etika berlandaskan Al-Qur’an, dan rasulullah sangat memberantas perbudakan kepada manusia. Manusia memiliki akal, pikiran dan berhak untuk bersikap dan berbuat berdasarkan rasionalnya. Akan tetapi tidak semua dalam kehidupan didapat secara rasionalitas, banyak hal dalam kehidupan yang sekiranya tidak rasio tapi memihak pada kebaikan, maka dari itu rasional tetap pragmatis berlandaskan aqidah Islamiyah karna inti dari kemerdekaan adalah Tauhid. Menurut Amin Rais dalam karyanya “Cakrawala Islam : antara Cita dan Fakta” Tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah sebagai focus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur dan sebagai satu satunya sumber nilai.
Menurut hemat penulis untuk menuju kemerdekaan yang hakiki dalam Islam dimulai dari memerdekakan individu meniadakan perbudakan dan mengedepankan 2 aspek penting yaitu merdeka secara lahiriyah dan batiniayah tidak terlepas dari permasalahan dunia tetapi juga akhirat dan merdeka dari ketergantungan, kebuakan hawa nafsu duniawi dengan menjadikan hidup lillahita’ala hanya untuk mendapatkan ridho dari Allah semata, apabila perbudakan telah terhapus dan 2 aspek ini telah terwujud secara otomatis kemerdekaan adalah milik umat manusia, bangsa dan Negara.
0 comments:
Posting Komentar